WARGALAMPUNG.COM | JAKARTA — Mahasiswa Fakuktas Teknik Untad menggelar Dialog Publik Road To TWNAS 33 FKMTSI di Warkop Bundaran STQ Jalan Soekarno Hatta, Talise Kota Palu, Sabtu (5/8/2023).
Tiga narasumber tampil sebagai pembicara dalam dialog dengan tema " Perspektif Peningkatan Infrastruktur Yang Responsif Terhadap Bencana" diantaranya Ahli Bangunan Gedung Dr Ir Anwar Dolu ST MT, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng yang di wakili oleh Sekretaris Dinas Dr Rusmiadi MT MSi , Direktur Walhi Sulteng Sunardi Katili SH.
Anwar dolu mengatakan, banyak infrastruktur yang rusak saat gempa di 28 september 2018 dikarenakan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Anwar juga menjelaskan peta rawan gempa yang terdapat di sulteng, khususnya yang berada di Kota Palu.
"Daerah Kota palu terbagi atas beberapa zona, dari zona merah yang berarti tidak boleh membangun hingga zona hijau yang berarti aman untuk membangun dengan ketentuan yang sesuai spesifikasi teknis dari dinas terkait yang punya kompetensi untuk mengeluarkan itu," Jelas Anwar Dolu
Sementara Rusmiadi sebagai narasumber mengatakan, Saat kejadian 28 September 2018 bencana gempa bumi yang terjadi di sulawesi tengah menginventerisasi sejumlah infrastruktur yang rusak antara lain jalan dan jembatan.
Berbicara untuk jembatan ia menjelaskan agar perencanaan konstruksi harus memperhatikan daya tahannya walaupun biaya yang sangat besar.
"Secara responsif pemerintah sudah merencanakan dengan desain yang efektif dan profesional yang dikelola oleh dinas terkait," ujar Rusmiadi
Dari narasumber Walhi pada Dialog Terbuka menolak tanggul Silabeta di bangun dikarenakan bersumber dari Hutang luar negeri JICA Jepang dan pembangunan silabeta tidak berangkat dari satu gagasan akar rumput dan pola hidup masyarakat pesisir salah satunya penggaraman Talise, serta nelayan tradisional problem ini yang tidak dibicarakan dengan baik.
Menginisiasi secara engineering dampak Tsunami dengan menanam manggrove dan Ketapang di area pinggir pantai menjadikan green belt untuk menggantikan tanggulisasi.
Green Belt atau Sabuk hijau, adalah ruang terbuka hijau yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
"Menyimpulkan satu hal bahwa pembangunan infrastruktur pasca bencana mau tidak mau harus melihat pasigala yang tinggal di pesisir dan patahan gempa," ujarnya.
Ketua Ika Teknik Untad, Arwan Ibrahim dalam kesempatan yang sama mengamini apa yang disampaikan oleh para pemateri dan berharap agar dialog ini menghasilkan sesuati yang positif buat rekomendasi pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengeksekusi setiap pembanguan gedung, jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya agr mengikuti standar SNI yang berlaku.
"Saya berharap hasil dari diskusi ini dapat ditindak lanjuti oleh para pengambil kebijakan didaerah ini sehingga infrastriktur kita responsif terhadap bencana," Ujar Arwan.
Pada kesempatan yang sama sekretaris Ika Teknik Untad Rivani, bertanya mengenai implementasi dari regulasi pemerintah terhadap bangunan/infrastruktur tahan gempa.
Pada pertanyaannya Rivani bertanya Sudahkah pemerintah menerapkan aturan SNI dan menerapkan implementasinya di lapangan.
Ternyata dalam implentasinya belum sepenuhnya dilaksanakan karena berbagai macam alasan satu diantaranya adalah masih lemahnya pengawasan di tingkat lapangan. Diskusi ditutup dengan pemberian rekomendasi kepada pemerintah daerah khususnya kota palu.(red)