Bahas Soal Pajak, Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung Gelar Diskusi Bersama PWI
Font Terkecil
Font Terbesar
WARGA LAMPUNG | LAMPUNG — Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bengkulu dan Lampung menggelar diskusi bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung untuk memberikan pemahaman mendalam tentang hak dan kewajiban perpajakan bagi media massa.
Diskusi bertajuk "Pajak Menekan, Media Sulit Bertahan" ini berlangsung di Swissbel-Hotel Lampung, pada Jumat, 21 November 2025.
Penyuluh Pajak Madya DJP Bengkulu dan Lampung, Teguh Sri Wijaya, menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.
"Pajak adalah kewajiban yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung, namun digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujarnya.
Dalam paparannya, Teguh merinci berbagai jenis pajak, termasuk pajak pusat seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor P5L.
Ia juga menjelaskan pajak daerah seperti PBB sektor perdesaan dan perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak kendaraan bermotor, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak daerah lainnya.
Teguh juga membahas aspek perpajakan yang tertuang dalam pasal-pasal seperti PPh pasal 21/26, PPh pasal 23/26, PPh final pasal 4 ayat 2, PPh pasal 25/29, serta PPN dan PPnBM.
Ia menjelaskan secara detail mengenai penghasilan yang dipotong PPh pasal 21/26, termasuk bagi pegawai, pensiunan, anggota dewan pengawas, bukan pegawai, peserta program pensiun, peserta kegiatan, dan mantan pegawai.
"Untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta, tarif pajaknya adalah 5 persen. Di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta, tarifnya 15 persen. Di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta, tarifnya 25 persen. Untuk penghasilan di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar, tarifnya 30 persen, dan di atas Rp5 miliar tarifnya 35 persen," jelas Teguh.
Terkait PPN dan PPnBM, Teguh menekankan bahwa pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran bruto dan penerimaan brutonya mencapai lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun buku.
"Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukannya," tegasnya.
PPN dikenakan atas berbagai tindakan, termasuk penyerahan BKP di dalam daerah pabean, impor BKP, penyerahan JKP di dalam daerah pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, serta ekspor JKP.
"Perhitungan PPN atau PPnBM adalah tarif dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, dan nilai lain," pungkasnya.(AS)
